Pilkada Yang Bermartabat

harianfikiransumut.com | Deli Serdang-Direktur Gerakan Indonesia Bersih (GRIB) Romi makmur Rangkuti mengatakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sejatinya bukan hanya urusan politik dan aneka strategi untuk menang. 

Pilkada adalah urusan publik, sebab ia merupakan jalan kelahiran seorang Kepala Daerah yang kelak akan menentukan masa depan daerah dan rakyat yang diwakilinya. 

Kesejahteraan rakyat dan kemajuan daerah sangat ditentukan terutama melalui kebijakan dan efektifitas implementasinya. 

Kebijakan dan perilaku kelembagaan Pemerintah Daerah, sangat bergantung kepada wawasan, kesadaran dan keberpihakan seorang Kepala Daerah. 

Apakah seorang Gubernur, Bupati atau Walikota akan memperjuangkan kepentingan rakyat, atau justru lebih mengedepankan kepentingan (kekuatan) lain selain rakyat, kapital.

Demi kepentingan rakyat, yang tidak lain adalah masa depan Tanah Air, lebih lanjut saat dimintai tanggapan nya di Lubuk pakam pada Rabu (25/01/2023)

 Romi Makmur Rangkuti menambahkan bahwa Pilkada yang akan digelar serentak pada tahun 2024 mendatang, haruslah Pilkada yang benar-benar bermartabat.

 Selain jujur, adil dan terbuka, penting bagi Pilkada ke depan untuk mempertimbangkan aspek meritokrasi; integritas, kapabilitas dan populisme.
Stabilitas, kesejahteraan dan harmoni adalah arah yang dituju oleh ekonomi dan politik.

 Menyaksikan masih terdapatnya kesenjangan ekonomi dan konflik sosial di berbagai daerah, melahirkan refleksi dan pemikiran tentang sebuah kebutuhan penting, perubahan sosial. 

Perubahan yang dipersyarati oleh gerak signifikan dari satu titik jemu menuju titik baru yang lebih baik.
Agenda perubahan sosial selama ini lebih dominan dimotori oleh kalangan aktivis dan civil society. 

Sebagai wujud dari kepedulian sosial, dan langkah dari gerakan sosial, hal tersebut sudah sangat tepat. 

Meskipun demikian, di luar dari yang sudah tepat tersebut, perlu juga dipertimbangkan kemungkinan adanya upaya melalui trajektori lain. 

Melalui Pilkada, dengan memasukkan lembaga dan aktor penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) ke dalam barisan gerakan sosial, maka akan terbuka trajektori baru bagi ikhtiar perubahan sosial. Untuk hal tersebut, tentu saja beberapa instrumen perlu dipersiapkan dan kondisi-kondisi tertentu harus dipenuhi.

Beberapa kali perubahan (revisi) terhadap Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada) mencerminkan adanya dinamika politik yang cukup kuat. 

Selain dilatarbelakangi oleh dinamika dan perkembangan politik baik di tingkat pusat maupun daerah, hal itu tentu tidak dapat dilepaskan dari adanya gesekan antar kepentingan di tingkat elit partai politik. Seringkali, secara ekstra ekonomi, kapital juga turut bekerja di sana dan turut mempengaruhi. 

Akibatnya, kinerja dari lembaga Penyelenggara Pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), juga langkah politik beberapa partai politik, serta keberadaan para bakal calon Kepala Daerah menjadi terkendala.

Trajektori baru tetap akan terbuka dan dapat dilalui. 

Meskipun diwarnai oleh dinamika politik dan kepentingan ekonomi, jika gerakan sosial mampu beradaptasi dan menyiasati masing-masing instrumen yang ada, perubahan sosial akan tetap dapat diupayakan melalui dua trajektori sekaligus. 

Trajektori pertama tetap dilalui oleh aktor dan kendaraan yang sama dengan segala progresnya. Trajektori baru, dilalui dengan memanfaatkan secara tepat sistem, institusi dan aktor di dalam Pilkada. Keduanya tetap dapat bersinergi.(Rom)
Komentar

Berita Terkini