DAHSATNYA GUNA-GUNA RAMUAN RACUN GIGI

DAHSYATNYA GUNA-GUNA  RAMUAN RACUN GIGI

Oleh: Rusdi Muhammad 

Sudah hampir selama kurun waktu lima dasawarsa  tidak pernah terdengar lagi kabar dari warga di beberapa desa seperti Desa Pantai Gemi, di Kecamatan Stabat, Desa Scanggang di Kecamatan Scanggang,dan desa Hinai Kanan di Kec. Hinai dan desa-desa lainnya yang dihuni etnis melayu, ada warga meninggal dunia karena terminum ramuan racun atau tiba-tiba giginya tanggal setelah meminum ramuan racun gigi. Daerah-daerah yang disebutkan tadi kini dianggap sudah streril aman makan dan minum di warung-warung kopi tanpa was-was lagi. Cerita racun perlahan hilang dari tengah-tengah masyarakat dengan terbukanya daerah-daerah terisolir di Kabupaten Langkat.
Pemilik ilmu racun sudah meninggal dan tidak lagi mewariskan pada keturunannya sehingga banyak warga menduga ramuan racun gigi bila terminum semua gigi berulat berdenyut dan bernanah tidak lagi ada dukun yang menyimpannya dan hapal manteranya. Dapat dibayangkan betapa dahsyat saikit gigi bila gigi bernanah dan berdenyut. Bahkan kalau harus memilih berangkali lebih baik putus cinta patah hati daripada sakit gigi.
Ramuan racun yang ada dikabupaten Langkat pada masa lalu sepertinya ada benang merah yang terentang dengan beberapa kawasan di pulau sumatera terutama masyarakat yang tinggal di pantai barat.Mulai dari Aceh Barat, Selatan, Madinah, Pasaman, Agam dan daerah pelosok Riau ramuan racun sangat ditakuti warga di sana. Karena bila terminum kita seperti menderita kanker darah. Namun sejauh ini belum ada penelitian asal muasal lmu racun itu. Konon katanya campuran dari rerumputan yang mematikan seperti miang, bambu, jelatang, akar tuba dan sebagainya. Racikan ramuan itu dilakukan ritual agar masuk kekuatan mistik di dalamnya.
Zaman boleh saja modern tapi hal-hal yang berbauh mistik ternyata tidak pernah hilang dari dalam kehidupan keseharian masyarakat kita. Santet, guna-guna, pellet dan sejenisnya terus saja berkembang dan memakan kurban. Pada saat masyarakat Kec. Stabat di Kabupaten Langkat Sumut telah melupakan ramuan racun yang dulu sangat ditakuti bagi pendatang dari luar daerah muncul kembali seorang wanita bunga Desa di duga meninggal dunia karena terminum ramuan racun gigi. Meskipun doktor gigi mengatakan penyakit yang diderita Anisah karena kanker gigi tapi warga menganggapnya akibat dari terminum racun gigi. Pengaruh dari terminum racun gigi membuat wajah anisah semula cantik rupawan berupa menjadi nenek-nenek menakutkan. Selain itu rambutnya beruban.
Sebagai bunga desa Anisah digagumi banyak pria. Kecantikannya bagaikan bunga tumbuh di atas jambangan di depan rumah. Setiap orang yang melintas lalu lalang di depan rumahnya pasti terpesona melihatnya dan ingin memilikinya. Anisah yang tumbuh bagaikan bunga anggrek bulan memanfaatkan kecantikan wajahnya untuk menggaet semua laki-laki yang menaruh hati padanya.
Anisah menguras uang dan harta laki-laki yang mencintainya, setelah laki-laki itu tidak lagi punya uang dan harta ia mencari laki-laki lain. Warga desanya menyebut Anisah perempuan Kartu Joker kemanapun masuk.
“An, kau jangan berbuat seperti itu nanti laki-laki yang kau sakit hatinya menaruh dendam padamu. Mereka akan mengguna-gunaimu dengan guna-guna polong,” kata ibunya memberikan menasihati.
“Biar aja Bu. Salah mereka sendiri mengapa mereka mau mencintaiku,” jawab Anisah. Kalau Anisah sudah berkata begitu ibunya tidak akan meneruskan kata-kta nasihatnya. Karena percuma saja.
Memang dari petualangan dengan beberapa laki-laki kehidupan Anisah bergelimang harta. Ia dapat membangun rumah mewah, membeli sawah dan sepeda motor. Di desanya Anisah menjelma menjadi orang kaya. Meskipun warga desanya banyak mencibir bila bertemu dengannya tapi ia tidak memperdulikannya.
Peria pertama kali dicintainya Bahri anak juragan gabah di desanya. Harta kekayaan orangtua Bahri habis diraupnya. Janji menikah hanya tinggal janji belaka, ternyata Anisah hanya berpura-pura mencintainya. Bahri menganggapnya Anisah tulus mencintainya bahkan demi cintanya pada Anisah ia rela meninggalkan Asni kekasih lamanya.
Teman-teman dekatnya berulangkali mengingatkan Bahri .
“Anisah hanya mencintai uangmu ia tidak mencintai d irimu. Anisah itu cewek asbak rokok semua puntung rokok masuk.” Kata Badrun mengingatkan saat mereka bertemu di warung kopi.
“Kalian berkata begitu karena kalian cemburu padakukan. Bilang saja terus terang jangan memberikan nasihat seperti ibuku saja ,” jawab Bahri.
“Kalau tidak mau dinasihati ya sudah !” kata Usman lalu mereka pergi meninggalkannya.
Bahri menjadi penasaran apa benar Anisah seperti yang diceritakan orang padaku ? Untuk membuktikan kebenaran cerita teman-temannya. Suatu hari Bahri menguntit dari belakang kemana arah perjalanan Anisah pagi itu. Disebuah tempat dipertigaan jalan di sana sudah menunggu Umar pemuda tampan anak saudagar getah. Sepeda motor Anisah titipkan pada pemilik warung. Dua sejoli ini berada dalam mobil Avanca yang dikemudikan Umar.
Mobil bergerak menuju arah Sungai Wampu Bahri terus mengikuti ke mana akhir perjalanan mereka.Mobil itu dititipkan pada pemilik warung nasi yang berada di jalan lintas sumatera dekat bantaran Sungai . Umar dan Anisah berjalan menyelusuri tepian Sungai Wampu. Pada sebuah tempat yang sepi dibawah rumpun bambu keduanya duduk berlapiskan kertas Koran.
Dari balik celah-celah pohon Bahri mengintip kedua pasangan berlawanan jenis ini bermesraan. Prosenya begitu cepat seperti adegan film porno yang sering ditontonnya dalam DVD. Melihat adegan birahi berlangsung di depan mata darahnya mendidih. Mengapa ia mau saja digauli Umar mengapa ia menolak jika kuajak bermesraan.Kurang ajar Pemuda itu begitu leluasa melucuti selutuh pakaian Anisah dan menyentuh tubuhnya. Sedangkan aku untuk mengecup keningnya saja ia mengelak apalagi memeluknya. Bahri menyumpah serapahi Anisah. Ia tak sanggup melihat adegan hubungan intim yang berlangsung di depan matanya. Kalau menuruti emosinya ingin rasanya ia mengambil dahan kayu lalu melemparkan kea rah pasangan yang berbuat cabul di depan matanya, tapi itu urung dilakukannya. Bahri memilih diam-diam pergi meninggalkan mereka sambil mengucapkan sumpah serapah.
“Perempuan bangsat, pelacur !” makinya dalam hati.
Potongan adegan bermesraan yang tadi disaksikannya senantiasa mengiasi lamunannya. Rasa cintanya pada Anisah seketika berubah menjadi kebencian dan dendam. Tak bisa dibayangkan betapa sakit hatinya perih seperi luka diiris-iris sembilu lalu disiram air perasan jeruk.
“Ternya semua yang diceritakan teman-teman padaku semuanya benar,” bisik hatinya.
Dalam hatinya ia merasa beruntung perjalanan cintanya berakhir hanya sampai disini saja.
“ Kalau sampai berlanjut ke jenjang perkawinan jangan-jangan orang yang makan nangka aku yang kenak getahnya. Laki-laki lain yang menghamilinya aku yang menikahinya. Tidaklah !” katanya bicara sendiri.
Semalaman ia nyaris tidak dapat memejamkan mata. Kejadian tadi siang menjadi focus lamunannya sepanjang malam itu.
“Mengapa aku tidak mengguna-gunainya saja !” bisik hatinya. Entah mengapa Basri tertarik dengan bisikan iblis yang masuk ke dalam hatinya.
“Guna-guna apa yang cocok kulakukan untuk membalas rasa sakit hatiku ? Apakah guna-guna polong, sijundai atau kuberikan dia minuman racun gigi,” bisik hatinya.
“Ramuan racun gigi aja !” Ide baru tiba-tiba muncul dalam hatinya.
“Ya ramuan racun gigi !”
Basri setuju dengan ide terakhir yang muncul dalam hatinya. Ia tau kediaman orang tua yang menyimpan ramuan racun gigi. Hatinya menjadi lega dan dia baru dapat tidur nyenyak malam itu.
Pagi Minggu Basri berangkat menemui orangtua satu-satunya yang tersisa menyimpan ramuan racun gigi di kampungnya. Tidak mudah untuk mendapatkan racun gigi itu. Pemiliknya Atok Uncu 90 tahun, (Atok adalah panggilan kakek bagi etnis melayu di Langkat.)Semula Atok Uncu tidak bersedia memberikannya dengan berbagai alasan.
“Meracun orang itu perbuatan dosa dan dilaknat Allah dunia dan akhirat,” kata Atok Uncu mengingatkan.
“Tapi tok sakit kali hatiku dibuat Anisah. Harta orangtuaku habis dibuatnya ,ia malah berselingkuh dengan laki-laki lain,” kata Bahri menghiba minta belas kasihan.
“Mau kau menanggung semua dosanya ?” Tanya Atok Uncu.
“Mau tok,” jawab Basri spontan.
Atok Uncu masih juga diam membisu. Sepertinya ia enggan memberikan ramuan racun gigi yang disimpannya ratusan tahun lamanya dalam botol kaca. Tapi karena terus didesak akhirnya hatinya luluh juga. Sebelum racun itu diberikan ia bacakan mantera.
“Berikan racun ini dalam gelas air Anisah,” pesannya.
“Baik Tok !” jawab Bahri merasa gembira.
Sambil berpamitan hendak pulang Bahri memberikan uang pecahan seratus ribu tiga lembar pada Atok Uncu dan Atok Uncu menerimanya dengan senang hati. Tiba di rumah Bahri memutar otak bagaimana caranya memberikan serbuk racun gigi ini pada Anisah. Menyuruh orang memasukkannya ke dalam gelas minuman takut ketahuan warga desanya. Siapa yang bisa menjamin orang yang disuruh menaburkan serbuk racun gigi itu tidak buka mulut. Kalau mulutnya ember semua warga desa menjadi tau akulah yang menyuruh menaburkan racun gigi dalam minuman Anisah.
“Lebih baik aku tarok sendiri,” bisik hatinya.
Pagi itu Bahri menyantroni rumah Anisah. Ia berjalan mengendap-ngendap seperti maling memasuki pekarangan rumah Anisah. Setiap hari rumah kelihatan sunyi. Di rumah tinggal Anisah berdua dengan ibunya. Dari belakang rumah Bahri melihat Anisah berjalan ke halaman rumah menuju ke warung. Bahri mengendap-ngendap memasuki dapur. Di atas meja ada gelas teh manis.
“Kebetulan !” guman hati Bahri. Dengan buru-buru racun gigi itu dia masukkan ke dalam air teh. Kemudian ia bergegas meninggalkan rumah Anisah.
Hatinya lega karena perbuatannya tidak diketahui warga. Dalam perjalanan pulang dia baru teringat.
“Bagaimana kalau air teh manis itu diminum ibunya ?” bisik hatinya.
“Kalau itu yang terjadi berarti aku menyakiti orang yang tidak bersalah,” guman hatinya.
“Semoga saja tidak,” bisik hatinya.
Dalam hati ia terus berdua agar ramuan racun gigi itu tidak diminum ibu Anisah.
“Kalaupun terminum ibunya apa boleh buat sudah terlanjur aku lakukan,” bisik hati nya.
Pada malam hari selepas Shalat Isya Anisah sudah merasa giginya sakit dan berdenyut-denyut. Ia menyangka sakit gigi biasa. Obat gigi dibelinya di warung dekat rumah, tapi penyakit giginya bukannya sembuh malah bertambah parah. Pagi itu ia tidak dapat bangun tidur. Tubuhnya deman kepalanya rasanya mau pecah. Anisah berteriak-teriak histeris mengucapkan kata-kata kotor mencaci maki.ia seperti orang sedang kesurupan meronta-ronta menahan rasa sakit tidak terkira. Warga di sekitar rumahnya pada berdatangan dan menduga ia diguna-gunai orang.
“Anisah sakit gigi ?” Cerita tetangganya ketika ditanya warga yang hendak bertamu ke rumahnya.

Ini bukan sakit gigi biasa,” komentar salah seorang warga disana. Warga yang lain juga berpendapat sama. Anisah sudah terminum racun gigi sulit untuk mencari obatnya. Dikampung kita sudah tidak ada lagi dukun yang bisa menyembuhkannya. Hanya ada seorang Atok Uncu tapi hari ini dia meninggal dunia,” kata warga bercerita dihadapan warga yang lain.
Hari itu Bahri mendapat dua berita satu berita duka cita Atok Uncu orang yang memberikan ramuan racun gigi telah berpulang kerahmatullah kedua berita gembira Anisah menderita sakit gigi setelah meminum ramuan racun gigi pemberian Almarhum Atok Uncu.
Siang itu Anisah dibawa ke Rumah Sakit. Hasil diagnosa doctor gigi, ia menderita kanker gigi yang ganas. Sel-sel kanker gigi itu akan menyerang urat-urat syaraf giginya. Doktor gigi hanya bisa memberikan obat penenang kemudian Anisah diizinkan pulang. Obat yang diberikan doctor gigi sesaat bisa meredakan rasa sakit, tapi kemudian setelah khasiatnya hilang kembali Anisah meraung-raung menahan rasa sakit. Ia berguling-guling di atas lantai kamar tidurnya. Selama semalaman ia menahan rasa sakit berteriak hingga suaranya serak sampai ia kehilangan suara.
Beberapa orang dukun sudah dipanggil ke rumah untuk menyembuhkan penyakit gigi Anisah tapi tidak ada seorangpun yang bisa menyembuhkan penyakitnya. Semua dukun yang datang ke rumahnya mengatakan Anisah telah terminum racun gigi. Tetapi ketika ditanya siapa yang menaruh ramuan racun gigi ke dalam gelas minuman, dukun yang datang ke rumah Anisah hanya menggelengkan kepalanya.
“ Satu-satunya dukun yang masih menyimpan racun gigi Atok Uncu. Dia sudah meninggal dan tidak ada yang mewarisinya,” ujar dukun yang datang ke rumah Anisah memberitau.
Untuk mengobati penyakit Anisah harta berupa perhiasan, sawah dan kenderaan , yang didapatnya dari laki-laki hidung belang satu persatu terjual, namun penyakit Anisah bukan membaik bahkan bertambah parah. Giginya bukan saja rontok tapi juga bernanah, berdenyut-denyut dan menyebarkan bua busuk menyengat hidung. Wajah Anisah terlihat pucat pasi seperti mayat hidup. Rambutnya berubah menjadi beruban. Anisah menjadi nenek-nenek peot jika ada warga desanya bertemu dengannya di tengah jalan pasti lari terbirit-birit ketakutan.
Tak sanggup menahan rasa sakit akhirnya Anisah suatu pagi ditemukan ibunya sudah tidak bernyawa. Anisah bunuh diri dengan cara meminum cairan baigon yang disimpan dibawah tempat tidurnya. Teriakan histeris ibunya mengejutkan warga yang tinggal di sekitar rumahnya. Warga menduga Anisah berpulang kerahmatullah. Dugaan itu benar tapi Anisah meninggal dunia dengan cara bunuh diri.
Berita kematian Anisah bunga desa cepat beredar dari mulut ke mulut. Kabar duga itu akhirnya sampai juga ke telinga Bahri. Ia tertunduk merasa sangat bersedih dan sangat terpukul mendengar kabar Anisah berpulang kerahmatullah. Dalam hati ia sangat menyesal. Pagi itu Bahri bersama pelayat lainnya datang ke rumah duka. Ia turut mengantarkan Almarhumah Anisah ke tempat peristirahatan terakhir.
Sepulagnya dari kuburan rasa bersalah itu mengepung dirinya. Wajah Anisah dilihatnya saat hendak dimasukkan ke dalam liang lahat muncul mengiasi lamunannya. Bahri terbawa dalam alam alusinasi tiba-tiba wajah Anisah hidup dan berdiri dihadapannya. Bahri berulangkali mengocek-ngocek matanya
“Apakah aku sedang bermimpi ternyata aku tidak sedang bermimpi.” Bisik hatinya.
“Akibat perbuatanmu aku menderita !” kata Anisah yang telah berubah menjadi mayat hidup.
“Maafkan aku Sah !” Hiba Bahri ketakutan. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
“Aku tidak akan memafkanmu !” Hardik Anisah. Perempuan itu hendak mencekiknya dengan kukunya yang tajam dan runcing, tapi saat ia hendak menyentuh leher Bahri tiba-tiba terpental. Itu terjadi sampai beberapa kali. Akhirnya bayangan Anisah pergi meninggalkan kamarnya.
Bahri duduk diatas tempat tidur beristiqfar, ia berulangkali menyebut asma Allah.
Rasa bersalah dalam hati Bahri membuat dirinya tiap hari duduk termenung seorang diri di teras rumahnya. Bahri berubah menjadi pendiam dan tertutup.Kadang ia tersenyum sendiri dan berkata sendiri. Ia tidak lagi mengurus dirinya, tak pernah lagi mandi gosok gigi dan ganti pakaian. Setiap hari kerjanya duduk melamun.
Orangtuanya sudah berusaha mengobatinya tapi penyakitnya tidak kunjung sembuh. Kata doctor Rumah Sakit Jiwa Bahri mengalami depresi yang berat. Ia tidak punya tempat mengadu yang bisa mengapus kenangan yang pernah dibuatnya. Doktor hanya memberikan obat penenang dan terafi kejiwaan.
Kepada orang pintarpun sudah pernah dibawa berobat. Kata mereka Bahri dihantui rasa bersalah dan dia dikejar-kejar dosa. Ketika ditanya dosa apa yang pernah dilakukannya, orang pintar itu tidak bersedia menyebutkannya. Warga desanya menyangka Bahri gila karena patah hati. Mereka tau Bahri sangat mencintai Anisah.

Dari hari ke hari penyakit Bahri bertambah parah. Ia pergi meninggalkan rumah berjalan tanpa tujuan. Keluarganya sibuk mencarinya tapi tidak ketemu. Suatu hari tetangganya memberitahu keluarganya Bahri ditemukan warga telah menjadi mayat di dekat jembatan. Hasil otopsi tidak ditemukan bekas penganiayaan. Bahri diduga meninggal dunia karena serangan demam dan kelaparan..***
Komentar

Berita Terkini