Jalan lintas Nasional B. Aceh-Medan Mengalami Rusak Parah

harianfikiransumut.com | Besitang- Kerusakan Badan jalan lintas Nasional yang menghubungkan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.kini kondisi kerusakannya semakin parah.sebap bukan saja ratusan lubang dibadan jalan yang seakan menjadi hiasan.akan tetapi
Sejumlah lubang besar yang menganga. 
Sangat mengancam keselamatan bagi penguna jalan.

Pantauan awak media ini di jalan lintas Meda-Aceh  Jum.at(28/10/2022) tepatnya di Km 114.5 bahagian badan jalan tampak terbelah hinga berlubang menurut informasi Kondisi ini telah lama terjadi.Namun dibiarkan begitu saja oleh Instansi terkait.menurut waga Desa Halaban Kecamatan Besitang.Kabupaten Langkat.Sumut.

Ismail 49 (thn)Warga setempat menuturkan dijalan rusak ini telah beberapa kali telah terjadi kecelakaan Lalu lintas.akibat Pengendera yang melintas terperosok ke lubang badan jalan.kerusakan yang cukup parah juga terjadi di Km.111 tepatnya Dusun.1 Bukit Batu Desa yang sama.untuk tidak terjadi kecelakaan lalu lintas.setiap saat para pemuda setempat ikut berpartisipasi Untuk mengatur jalur Agar penguna jalan tidak mengalami Kecelakaan di lubang badan jalan tersebut.

Terkait hancurnya jalan lintas yang menghubungkan Provinsi Aceh dan Sumut.Safi.i Effendi Gultom.B.A Selalu mengamat Sosial.mengatakan sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum (PU) No. 631 / KPTS / M / 2009 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Sebagai Jalan Nasional jelas bahwa sebagian jalan di berbagai wilayah kota atau Kabupaten masih berstatus jalan Nasional. Tentunya semua biaya perawatan dan perbaikannya 

menjadi Kewenangan dan tanggung jawab penyelenggara jalan telah diatur pada Pasal 24 ayat (1) UU No. 22 tahun 2009, yaitu : "Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

 Sedangkan Pasal 24 ayat (2) menyatakan : "Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat(1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.Kata Safi.i

Maka kerusakan jalur menjadi tanggung jawab Dinas PU Pemprov untuk segera memperbaikinya. Termasuk jika sampai ada korban luka atau meninggal, Dinas PU Pemprov yang harus menangani. Mereka harus membuat rambu-rambu yang mudah dilihat oleh pengendara dan jika pengendara menuntut harus siap.

Begitupula kerusan jalan tanggung jawab Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementrian PU. Jika para pihak yang berwenang tidak melakukan perbaikan dan korban  berjatuhan, maka sesuai dengan Pasal 273 Ayat (1), (2), dan (3) UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, publik dapat melakukan tuntutan pidana kepada Pemprovinsi atau Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PU. 
Sesuai perintah Pasal 273 ayat (1) jelas, yaitu: "Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)".

Selanjutnya ayat (2) menyatakan:"Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)". Ayat (3) menyatakan : "Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)".

Selain itu menurut ayat (4): "Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah)".

Jadi jelas jika penyelenggara jalan, apakah Dinas PU Pemerintah Daerah setempat maupun Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PU lalai menjalankan perintah Pasal 24 UU No. 22 tahun 2009, maka pengguna jalan dapat menuntut secara pidana sesuai dengan Pasal 273 ayat (1), (2), (3) dan (4) tersebut. Untuk Indonesia yang lebih baik, sebaiknya masyarakat tidak perlu ragu dalam menggunakan haknya sebagai pengguna jalan.kata Safi.i Efendi Gultom.B.A(R.az)
Komentar

Berita Terkini