Nelayan Tradisional Di Sungai Kuruk III Minta Tertibkan Pukat Trawl

Foto Ilustrasi
harianfikiransumut.com | Seruway :  Nelayan Tradisional di kabupaten aceh tamiang mengeluh terkait keberadaan Pukat Trawl yang beroperasi di perairan laut Aceh Tamiang,

Hal itu diungkapkan seorang nelayan tradisional yang tidak ingin namanya di publikasikan, dikatakannya, keberadaan Pukat Trawl itu telah berada sejak puluhan tahun lalu dan sudah meresahkan bagi nelayan, terangnya kepada media pada 20 Januari 2020 ketika di temui di kediamannya di sungai kuruk III kecamatan seruway Kabupaten Aceh Tamiang,

Kami sebagai nelayan tradisional merasa sangat keberatan dengan beroperasinya pukat Trawl(pukat harimau) itu, sehingga mengakibatkan pendapatan kami semakin berkurang bahkan terkadang sama sekali tidak mendapatkan hasil, sebutnya sambil menjelaskan butiran isi Surat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia terkait tentang larangan menggunakan Pukat Trawl.
Pukat Trawl tersebut telah beroperasi sejak beberapa tahun lalu, namun masih terus beroperasi tanpa mengindahkan surat edaran tentang larangan menggunakan Pukat Trawl dari kementerian Republik Indonesia, sebutnya.

Saat ini penghasilan Kamisebagsi  nelayan tradisional di kampung sungai kuruk III sama sangat menurun, dengan keberadaan Pukat Trwwl itu, keluhnya.

Pukat Trawl tersebut beroperasi 2 kali sehari semalam, jika di malam hari mereka menggunakan pukat trawl udang, sedangkan untuk trawl Ikan untuk disiang hari, ungkapnya.

Diperkirakan mencapai belasan jumlah pukat Trawl yang beroperasi, jika hal ini terus dibiarkan, bagaimana nasib kami untuk menghidupi biaya kehidupan sehari-hari, sementara penghasilan kami hanya sebatas sebagai nelayan tradisional saja, imbuhnya.

Sebelumnya, para nelayan pernah melakukan aksi damai pada 2019 lalu terkait keberadaan pukat Trawl yang beroperasi di wilayah tersebut.

Namun aksi damai itu, tidak membuahkan hasil dan tidak mendapat tanggapan serius, oleh pihak yang berwenang, sebutnya.

Terkadang, kami pun telah enggan untuk melaut dikarenakan kurangnya penghasilan, namun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetap juga kami lakukan, ucapnya.

Beliau berharap, kepada pemerintah daerah kabupaten aceh tamiang melalui dinas terkait untuk dapat melakukan penertiban terhadap keberadaan pukat Trawl yang telah meresahkan nelayan kecil-kecil, ungkapnya lagi.

Sementara, saat di konfirmasi dikediamannya di sungai kuruk III kecamatan Seruway, Panglima Laut Wilayah kecamatan seruway, Jafaruddin mengatakan bahwa, keberadaan alat tangkap ikan pukat Trawl tersebut telah ada sejak zaman dahulu hingga saat ini masih tetap beroperasi.

Sebagai panglima laut, sosialisasi kepada masyarakat nelayan telah dilakukannya, baik kepada nelayan kecil maupun nelayan Katrol, sebutnya.

Dijelaskannya, ada beberapa pukat Trawl yang beroperasi di wilayah kabupaten Aceh Tamiang yang berasal dari luar daerah, yakni dari, pulau kampai, pangkalan Brandan dan pangkalan susu, Sumatera Utara, paparnya.

Beliau juga menyampaikan, panglima laut hanya bertugas mendampingi untuk mengurus surat-surat kapal dan pelayaran saja, terkait izin dan pelarangan terhadap para nelayan, itu ada petugas khusus yang berwenang menanganinya, kata Jafaruddin.

Sebelumnya telah di adakan rapat bersama unsur muspika yakni  pihak Kecamatan, Koramil dan Polsek, bersama para nelayan.

Pihaknya juga telah meminta kepada kementerian kelautan terkait bantuan alih fungsi alat bantu tangkap ikan melalui usulan yang disampaikannya ke kementerian.

Selain itu, pihaknya juga pernah mengadukan persoalan ini ke pihak provinsi, kemudian pihak provinsi langsung turun kelapangan dan melakukan wawancara dengan pihak para nelayan.

Namun, sampai sekarang proposal itu belum ada balasan dari kementerian, kami percaya, suatu saat mungkin ada waktu-waktu tertentu untuk menanggapinya,  kata Jafar.

Ditjen kelautan Aceh juga pernah mengadakan pertemuan membahas persoalan terkait keberadaan Trawl yang beroperasi di perairan masing-masing wilayah dihadiri oleh seluruh panglima laut di provinsi Aceh dan pertemuan itu di dibuka langsung oleh gubernur Aceh, ujarnya.

Untuk menciptakan ramah lingkungan, panglima laut juga telah membatasi wilayah operasi, untuk jalur operasinya Trawl tidak dibenarkan beroperasi di pinggir pantai dan tidak boleh di dalam sungai, tegasnya.

Selama ini, sudah ada dua Trawl yang telah di sita, karena telah melanggar peraturan dan kesepakatan yang telah di sepakati sebelumnya.

Sementara, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Tamiang Sapuan SP didampingi Kabid Pembinaan dan Produksi Perikanan, Sukri SP, M.Si saat di konfirmasi pada Rabu, (22/1/2020) mengatakan, sebelumnya pihak dinas kelautan dan perikanan kabupaten aceh tamiang telah melaku pertemuan bersama empat panglima laut di wilayah kecamatan Seruway, Bendahara, Banda Mulia dan kecamatan Manyak Payed membicarakan keberadaan Trawl tersebut.

Dijelaskannya, Tim Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan juga telah melakukan razia, sementara hasil tangkapan razia itu telah di amankan di kantor   Tim pengawas di Aceh Timur, Ucapnya.

Pihaknya juga telah menerima laporan tentang keberadaan Trawl dari luar daerah yang beroperasi di wilayah perairan Aceh Tamiang, sebutnya.

Pihak DKP Aceh Tamiang akan menindaklanjuti laporan para nelayan dan melaksanakan rapat koordinasi bersama panglima laut dan pihak pihak terkait untuk melakukan penertiban keberadaan Trawl tersebut, namun belum di pastikan waktu dan jadwalnya, kata Sapuan SP, (pakar).
Komentar

Berita Terkini